Jumat, 30 Mei 2014

Peran Cirebon Kuno (Indraprahasta) di era Tarumanagara

Peran Cirebon Kuno (Indraprahasta) di era Tarumanagara


Pada tahun 410 M, Sang Maharaja Purnawarman dari kerajaan Tarumanagara mengajak rakyatnya untuk membenahi Kali Gangga di daerah Indraprahasta (Cirebon). Sungai yang hilirnya disebut Cisuba ini mulai dibenahi tanggulnya dan diperdalam pada tanggal 12 bagian gelap bulan Margasira tahun 332 Saka dan selesai pada tanggal 15 bagian terang bulan Posya tahun 332 Saka.
Sebagai tanda selesainya pekerjaan, Sang Maharaja Purnawarman mengadakan selamatan disertai dengan pemberian hadiah harta (sangaskararthadaksina) kepada para Brahmana dan semua peserta gotong-royong hingga selesai. Hadiah berupa 500 ekor sapi, busana, 20 ekor kuda, 1 ekor gajah yang dihadiahkan kepada raja Indraprahasta. Aneka rupa makanan dan minuman yang lezat juga disuguhkan ke ribuan orang laki-laki dan perempuan dari desa-desa sekitarnya yang ikut kerja bakti.
Purnawarman mendapat gelar abiseka Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaparakrama Suryamahapurusa Jagatpati. Bhimaparakrama maknanya gagah perkasa di medan perang sehingga musuh-musuhnya memberi julukan Wyaghra ing Tarumanagara (Harimau Tarumanagara). Sang Maharaja juga mendapat julukan Sang Purandara Saktipurusa dengan arti yang menghancurkan benteng. Dalam mitologi Hindu, purandara adalah salah satu julukan Dewa Indra yang dipercaya sebagai Dewa Perang, Dewa Hujan, dan Dewa Petir. Dengan demikian, pada masa itu sebenarnya di Nusantara khususnya di Jawa Barat sudah banyak kerajaan- kerajaan kecil dan pemukiman-pemukiman. Bahkan terjadi peperangan antar kerajaan dan saling menguasai sehingga muncul kerajaan yang terbesar. Akan tetapi hanya sedikit catatan sejarah mengenainya. Pada saat Sri Maharaja Purnawarman wafat, kerajaan-kerajaan yang menjadi bawahannya diantaranya adalah:
  1. Salakanagara (Pandeglang)
  2. Cupunagara (Subang)
  3. Nusa Sabay
  4. Purwanagara
  5. Ujung Kulon
  6. Gunung Kidul
  7. Purwalingga (Purbalingga)
  8. Agrabinta (Cianjur)
  9. Sabara
  10. Bumi Sagandu
  11. Paladu
  12. Kosala
  13. Legon
  14. Indraprahasta (Cirebon)
  15. Manukrawa
  16. Malabar (Bandung)
  17. Sindangjero
  18. Purwakerta
  19. Wanagiri
  20. Galuh Wetan (Purwa Galuh)
  21. Cangkuang (Garut)
  22. Sagara Kidul
  23. Gunung Kubang (Kubanggiri)
  24. Gunung Cupu
  25. Alengka
  26. Gunung Manik (Manikparwata)
  27. Karang Sindulang
  28. Gunung Bitung (Majalengka)
  29. Tanjung Kalapa (Jakarta)
  30. Pakuan Sumurwangi
  31. Kalapa Girang
  32. Sagara Pasir
  33. Rangkas (Rangkasbitung)
  34. Pura Dalem (Karawang)
  35. Linggadewata
  36. Tanjung Camara
  37. Wanadatar
  38. Setyaraja
  39. Jati Ageung
  40. Wanajati
  41. Dua Kalapa
  42. Pasir Muhara
  43. Pasir Sanggarung
  44. Indihiyang (Tasikmalaya)

    Yang menjadi pengganti Sri Maharaja Purnawarman adalah putra sulungnya yang bernama Sang Wisnuwarman yang dinobatkan menjadi raja Tarumanagara ke-4 pada tanggal 14 bagian terang bulan Posya tahun 356 Saka (tanggal 3 Desember 434 M). Tiga tahun sebelum dinobatkan, Sang Wisnuwarman melakukan upacara mandi suci di sungai Gangga di kerajaan Indraprahasta (Cirebon). Yang menjadi penguasa di Indraprahasta pada saat itu adalah Wiryabanyu, putra Jayasatyanagara cucu Maharesi Santanu.
    Kerajaan Indraprahasta di Cirebon pertamakali didirikan oleh Maharesi Santanu, seorang pendeta Syiwa yang leluhurnya berasal dari sungai Gangga India. Maharesi Santanu datang dari India ke Jawa Barat sebagai seorang pengungsi. Di India sendiri, pada tahun 345 M terjadi peperangan-peperangan antara Pallawa dan Calankayana dengan dinasti Samudragupta. Baru pada tahun 320-544 M dinasti Gupta menyatukan India setelah masa perang dan kemelut selama lima abad.
    Maharesi Santanu membangun sebuah desa baru di ujung kaki gunung Ciremai yang gunung tersebut dinamakan gunung Indrakila. Desa yang dibangun tumbuh mekar menjadi sebuah kota lalu menjadi kerajaan yang diberi nama Indraprahasta. Untuk mengingat kampung halaman asalnya, Maharesi Santanu memberi nama sungai yang mengalir di tempat tinggalnya sungai Gangga. Sungai tersebut saat ini dikenal Setu Gangga yang posisinya berada di Cirebon Girang dan ke hilirnya disebut Cisuba atau Kali Kriyan. Di sungai itu Maharesi Santanu mereduplikasi kebiasaan mandi suci dari negeri leluhurnya. Dengan demikian, kerajaan Indraprahasta menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan Hindu di Jawa Barat. Raja-raja dan masyarakat di sekitarnya yang menganut agama Hindu melakukan mandi suci di sungai itu.
    Maharesi Santanu menikah dengan Dewi Indari putri ketiga Dewawarman VIII dari Salakanagara. Dewi Indari adalah adik dari Dewi Minawati, permaisuri Rajadirajaguru atau Jayasingawarman Gurudarmapurusa, raja Tarumanagara yang pertama. Pada masa pemerintahan dipegang oleh putra Maharesi Santanu yakni Jayasatyanagara, Indraprahasta menjadi negara bawahan Tarumanagara karena kalah perang dan ditaklukan oleh Sri Maharaja Purnawarman. Jadi, apabila Maharesi Santanu dan Maharesi Jayasingawarman adalah sama-sama rombongan pengungsi dari India yang mana kedatangannya ke pulau Jawa dan diterima oleh raja Dewawarman VIII di Salakanagara pada tahun 348 M kemudian Maharesi Jayasingawarman diberi tempat untuk mendirikan pedukuhan di samping sungai Citarum dan diberi nama Tarumadesya yang setelah sepuluh tahun berkembang menjadi negara kota dikenal sebagai Tarumanagara, sedangkan Maharesi Santanu terus bergerak ke timur sehingga sampai di ujung gunung Ciremai dan mendirikan Indraprahasta, maka berdirinya kerajaan Indraprahasta adalah sejaman dengan kerajaan Tarumanagara. Hanya karakter kerajaan yang membedakannya adalah bahwa Tarumanegara cenderung untuk meluaskan kekuasaan dan kejayaan serta kemakmuran sedangkan Indraprahasta cenderung religius.

    Sekitar tahun 359 Saka atau 437 M terjadi pemberontakan di Tarumanagara terhadap Sang Maharaja Wisnuwarman oleh Sang Mahamantri Cakrawarman adik dari Sang Maharaja Purnawarman atau paman kandung Raja Wisnuwarman. Sang Cakrawarman dan para pendukungnya melarikan diri dari Tarumanagara ke arah Wanagiri suatu wilayah di tengah Jawa Barat namun berhasil di obrak-abrik oleh pasukan Tarumanagara lalu Sang Cakrawarman mendirikan markas baru tak jauh dari sungai Sarasahnadi (Cimanuk).
    Tanpa disadari oleh Sang Cakrawarman, Prabu Wiryabanyu raja dari Indraprahasta telah mendapat perintah Sang Maharaja Wisnuwarman agar menyiapkan pasukan untuk mencegat pasukan Sang Cakrawarman dari arah timur. Pasukan Sang Prabu Wiryabanyu sudah siap siaga dengan kekuatan penuh yang dipimpin oleh panglima pasukan Sang Boggol Bumi dari kerajaan Sindang Jero dan panglima pasukan laut Sang Limbur Sakti.
    Disamping dua panglima perang, Sang Prabu Wiryabanyu juga dibantu oleh panglima-panglima perang Indraprahasta lainnya, diantaranya:
    1. Sang Tambak Giri, Panglima Wadana
    2. Sang Tunggulwesi, Menteri Tanda
    3. Sang Tapak Batara, Pemimpin Urusan Keraton
    4. Prabu Sela Lingganagara, adik Sang Prabu Wiryabanyu yang menjadi penghubung (pranala) ke raja-raja daerah
    5. Sang Babarkalih, Buyut Wanagiri
    6. Sang Jarandewa, Menteri Muda
    7. Brahmanaresi Samhitaka, pemuka pertapaan sungai Gangga dikenal sebagai peniup sangkala perang
    Sang Prabu Wiryabanyu sudah mengetahui tempat persembunyian Sang Cakrawarman dan pasukannya. Sesudah member petunjuk kepada pasukannya, pasukan gabungan dibagi dua rombongan. Sebagian rombongan dipimpin langsung Sang Prabu Wiryabanyu dibarengi oleh Senapati Ragabelawa. Belawa sekarang ini adalah suatu desa yang masuk kecamatan Lemahabang, Sindanglaut, Cirebon yang memiliki situs kura-kura purba raksasa dan pohan-pohan besar yang berumur ratusan tahun. Namun sayang, situs ini tidak terawat dengan baik sehingga kura-kura raksasa hampir punah. Bersama rombongan pasukan Sang Prabu Wiryabanyu turut bergabung pasukan kerajaan Sanggarung yang dipimpin oleh Senapati Gorawa. Cisanggarung adalah nama sungai yang hilirnya di Losari dan menjadi batas wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah saat ini.
    Sebagian rombongan lainnya menggunakan perahu menyusuri sungai Cimanuk dipimpin oleh Panglima Angkatan Laut Indraprahasta Sang Limbur Sakti. Di dalam rombongan pasukan ikut bergabung pasukan dari kerajaan Manukrawa dipimpin oleh Sang Welutbraja.
    Pasukan Sang Cakrawarman dikepung oleh pasukan gabungan Indraprahasta, tepat saat fajar menyingsing pertempuran dimulai. Tatkala Sang Cakrawarman melihat Sang Prabu Wiryabanyu ada diantara rombongan pasukan yang datang langsung, menyerang raja Indraprahasta tersebut. Tanpa disadari oleh Sang Cakrawarman, pasukan Bhayangkara Indraprahasta menghadang sehingga Sang Cakrawarman roboh tersungkur ke atas tanah dengan puluhan anak panah dan tombak menancap di sekujur tubuhnya. Untuk menakut-nakuti musuhnya, sang Prabu Wiryabanyu memerintahkan agar pasukannya melepaskan panah-panah api (apuy cinaraken) ke kemah-kemah pasukan Sang Cakrawarman. Akhirnya, pasukan Indraprahasta bisa menumpas musuh-musuhnya, pasukan Sang Cakrawarman yang memberontak dari tanggal 14 bagian terang bulan Asuji (September/Oktober) sampai dengan tanggal 11 bagian gelap bulan Kartika (Oktober/November) tahun 359 Saka atau 437 M yang lamanya 28 hari.
    Sang Prabu Wiryabanyu dan semua yang bersama-sama menumpas pemberontakan Sang Cakrawarman mendapat hadiah dari Sang Maharaja Wisnuwarman. Karena pemberontakan Sang Cakrawarman didukung oleh pasukan Bhayangkara Tarumanagara, akhirnya pasukan Bhayangkara Tarumanagara diganti oleh prajurit-prajurit terpilih dari kerajaan Indraprahasta yang terkenal gagah berani dan ahli menggunakan peralatan perang. Dan Sang Maharaja Wisnuwarman mengawini Suklawatidewi, adik dari Sang Prabu Wiryabanyu dan menurunkan raja-raja Tarumanagara selanjutnya.

2 komentar:

  1. Terima kasih postingnya kang Ikhwanul Falah. Menambah wawasan tentang sejarah Cirebon. Salam sukses.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama kang....
      Sumber dari Naskah Wangsakerta yg berjudul Pustaka Rajya i Bhumi Nusantara.
      Aamiin....sukses juga untuk kang Menchana. Salam

      Hapus